PORTALBALIKPAPAN.COM, Jakarta – Wacana reformasi sekolah kedinasan kembali menjadi sorotan dalam rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, yang berlangsung pada Rabu (2/7/2025).
Salah satu usulan penting datang dari anggota Fraksi Golkar, Juliyatmono, yang menilai sistem pendidikan kedinasan perlu diubah secara menyeluruh, termasuk penghapusan jaminan otomatis menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) bagi para lulusannya.
Dikutip dari herald.id, Juliyatmono menilai, konsep sekolah kedinasan saat ini menciptakan ketimpangan. Ia mendorong agar lembaga pendidikan tersebut dibuka untuk umum, tanpa pembiayaan penuh dari negara dan tanpa jaminan langsung diterima sebagai PNS.
“Saya punya gagasan sambil menghitung, merevisi Undang-Undang Sisdiknas ke depan. Bagaimana sekolahnya tetap ada tapi bebas, siapapun berhak dan masyarakat membiayai sendiri,” ujarnya dalam rapat yang disiarkan melalui kanal YouTube TV Parlemen pada Jumat (4/7/2025).
Menurutnya, alokasi 20 persen anggaran pendidikan dari APBN yang turut menanggung biaya sekolah kedinasan perlu dikaji ulang. Ia menilai, sistem tersebut tidak hanya membebani anggaran, tetapi juga melahirkan rasa eksklusivitas di kalangan mahasiswa kedinasan.
“Biaya sekolah kedinasan tidak murah. Tapi ketika lulus, mereka langsung jadi CPNS. Padahal yang lain harus bersaing lewat seleksi terbuka,” tambahnya.
Juliyatmono juga menekankan perlunya menjadikan sekolah kedinasan seperti perguruan tinggi biasa, di mana mahasiswa membayar biaya pendidikan sendiri dan mengikuti seleksi CPNS secara umum setelah lulus.
“Kalau dia mau sekolah di IPDN, ya masuknya ketat, bayar. Setelah lulus, ikut seleksi CPNS seperti masyarakat lainnya,” jelasnya.
Ia turut mengkritik budaya korsa berlebihan di lingkungan lulusan sekolah kedinasan, yang menurutnya menghambat proses integrasi dalam birokrasi yang majemuk.
“Membangun korsa, mereka kurang bisa menerima kehadiran yang lain. Merasa paling jago, paling unggul,” tuturnya.
Meski demikian, Juliyatmono menyadari bahwa wacana ini masih membutuhkan kajian mendalam sebelum dapat direalisasikan. “Ini sebuah gagasan. Bagaimana tanggapannya dan perlu kajian yang mendalam sehingga semua bisa menerima pada saatnya nanti,” pungkasnya. (*/no)