PORTALBALIKPAPAN.COM – Industri micro drama atau drama berdurasi pendek di China tengah berada di puncak kejayaan. Popularitasnya yang kian meningkat di kalangan penonton mendorong lonjakan pendapatan signifikan dari tahun ke tahun, seiring dengan maraknya konsumsi konten singkat melalui ponsel.
Laporan The Micro-Drama Economy 2025 yang dirilis oleh Media Partners Asia (MPA) mencatat nilai pasar industri ini diperkirakan mencapai USD 9,4 miliar atau sekitar Rp156,06 triliun (kurs Rp16.566,73 per USD) pada tahun 2025.
Angka tersebut meningkat tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni USD 5,1 miliar pada 2023 dan USD 6,9 miliar pada 2024.
Peningkatan ini mencerminkan perubahan perilaku masyarakat Tiongkok yang kini lebih menyukai tontonan pendek, cepat, dan mudah diakses di berbagai platform digital.
MPA meneliti delapan penyedia utama layanan micro drama seperti DramaBox, DramaWave, FlickReels, GoodShort, MoboReels, NetShort, ReelShort, dan ShortMax, yang aktif memasarkan kontennya lewat media sosial untuk menjangkau penonton lebih luas.
MPA juga memproyeksikan pendapatan industri ini akan terus meningkat hingga USD 16,2 miliar atau Rp265 triliun pada 2030, dengan pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 11,5 persen.
Secara berurutan, pendapatan diperkirakan mencapai USD 11,5 miliar (2026), USD 13,3 miliar (2027), USD 14,6 miliar (2028), dan USD 15,5 miliar (2029).
Jika dibandingkan secara global, pendapatan micro drama China masih jauh di atas negara lain. Untuk 2025, proyeksi pendapatan China melampaui Jepang dan Korea Selatan, dengan estimasi USD 267 juta (Rp4,42 triliun) untuk Jepang dan USD 109 juta (Rp1,81 triliun) untuk Korea Selatan.
Menjelang 2030, pendapatan micro drama Jepang diprediksi naik menjadi USD 1,2 miliar (Rp19,88 triliun) dengan CAGR 35,2 persen, sementara Korea Selatan mencapai USD 886 juta (Rp14,68 triliun) dengan CAGR 52,3 persen.
Di kawasan Asia Tenggara, total pendapatan micro drama tahun 2025 diperkirakan USD 189 juta (Rp3,13 triliun) dan melonjak menjadi USD 1,2 miliar (Rp19,88 triliun) pada 2030.
Di Indonesia sendiri, industri micro drama diproyeksikan meraup USD 311 juta (Rp5,15 triliun) pada 2030 dengan CAGR 36,3 persen.
Menurut laporan Asia Video Content Dynamics 2025 dari MPA, pendapatan micro drama China naik drastis dari USD 500 juta (Rp8,3 triliun) pada 2021 menjadi USD 9,4 miliar (Rp156 triliun) tahun ini, dan diprediksi mencapai USD 16,2 miliar (Rp269 triliun) pada 2030.
Format ini dikenal sebagai serial ultra-pendek berdurasi 1–5 menit per episode dan dirancang khusus untuk konsumsi melalui ponsel, dengan tampilan vertikal agar sesuai dengan layar gawai. Satu seri bisa memiliki 40 hingga 100 episode, namun total durasinya tetap jauh lebih singkat dibandingkan drama televisi konvensional.
Kini, micro drama menjadi salah satu pilar utama industri hiburan China, dengan jumlah penonton melampaui 830 juta orang per September 2025, di mana 60 persen di antaranya melakukan transaksi berbayar, mengutip laporan Qazinform.
Sementara itu, porsi pendapatan dari sektor periklanan diproyeksikan mencapai 56 persen pada 2030, disusul langganan pengguna (39 persen) dan perdagangan (5 persen). Industri ini didominasi oleh perusahaan besar seperti Red Fruit milik ByteDance, Akun Video WeChat milik Tencent, dan Xi Fan milik Kuaishou.
Anggaran produksi micro drama di China berkisar USD 400 ribu–600 ribu per proyek, dengan peluang waralaba yang kian besar. Teknologi kecerdasan buatan (AI) juga mulai banyak diterapkan, mulai dari personalisasi konten hingga penciptaan alur cerita bercabang dan berpotensi viral.
Fenomena ini juga menarik perhatian pemerintah. Lebih dari 1.200 seri micro drama telah dihapus karena dianggap vulgar atau tidak pantas.
Administrasi Radio dan Televisi Nasional (NRTA) kini memperketat pengawasan serta mendorong rumah produksi membuat konten yang memuat nilai-nilai budaya dan moral.
“Sekarang, fokus telah bergeser ke produksi premium, ekspor budaya, dan menceritakan kisah-kisah China yang menarik,” ujar CEO Dai Wenxue, yang tahun lalu berhasil memproduksi lebih dari 500 micro drama.
Pada 4 Januari 2025, NRTA juga mengumumkan rencana pembuatan ratusan video pendek bertema pemikiran politik Xi Jinping, sebagai upaya menggabungkan budaya klasik China dengan teknologi modern. Langkah ini disebut sebagai strategi soft power untuk memperluas pengaruh budaya China secara global.
Menariknya, banyak lokasi syuting micro drama kini berpusat di kompleks bekas tempat karantina COVID-19 seluas 67 ribu meter persegi, yang diubah menjadi “kota mini” dengan fasilitas lengkap seperti bank, ruang sidang, stasiun bawah tanah, dan ballroom. Area ini memungkinkan proses produksi berlangsung cepat, efisien, dan hemat biaya. (*/fr)



















