PORTALBALIKPAPAN.COM – Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Akhmed Reza Fachlevi, mengaku sangat prihatin dengan maraknya kasus perundungan yang menimpa usia pelajar.
Ia menyebut sesuai laporan Federasi Serikat Guru Indonesia atau FSGI, mengungkap bahwa kasus perundungan mayoritas terjadi di kalangan pelajar SD dan SMP.
“Bayangkan, presentasenya masing-masing mencapai 25 persen. Lantas di tingkatan SMA dan SMK sebanyak 18,75 persen, dan MTs serta pondok pesantren 6,25 persen. Ini mengkhawatirkan,” paparnya, Kamis (26/10/2023).
Reza menilai tingginya presentase itu menunjukkan kasus itu banyak menimpa anak yang masih sangat belia, bahkan masih polos. “Kenapa ini bisa terjadi? Karena hilangnya pelajaran Pancasila,” tegasnya.
Ia meyakini, maraknya kasus bully di kalangan pelajar akibat hilangnya pelajaran Pancasila di sekolah. Sehingga kurang jati diri Pancasila dalam diri pelajar tidak mengakar.
“Selain itu, pola asuh orangtua yang apatis, mengakibatkan penyimpangan perilaku anak,” ingatnya.
Termasuk faktor pengaruh lingkungan dimana anak dibesarkan.
“Hal itu ikut mempengaruhi cara anak bersosialisasi dan memperlakukan teman sebayanya,” jelasnya.
Ia kembali menekankan, “Bully dan kasus kekerasan banyak terjadi akibat pelajaran Pancasila sempat kosong. Serta masih kurang pedulinya orangtua dengan pendidikan anaknya,” tegas Reza.
Lebih lanjut, Reza mengungkapkan banyaknya temuan bahwa para guru tidak berani mengambil risiko untuk menegur dan mendisiplinkan siswa dan siswinya.
Hal ini menjadi mungkin karena sebelumnya banyak terjadi kasus guru yang dikenai kasus hukum oleh orang tua murid karena berusaha mendidik dan mendisiplinkan anaknya di sekolah.
“Terkadang ada guru yang tidak berani menegur atau mendisiplinkan siswa, akibat khawatir berhubungan dengan hukum,” imbuhnya.
Reza menjelaskan untuk mengentaskan kasus bully di kalangan pelajar ini perlu koordinasi dan kerja sama antarpihak, baik guru dan orang tua.
Pada akhirnya, cara menyelamatkan generasi muda dari penyimpanan perilaku sosial seperti bully ini memang menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh pihak.
“Saling berkerjasama dan memahami antara guru dan orang tua itu perlu, agar anak bisa diarahkan secara maksimal,” imbaunya. (Adv/ Lrs)