PORTALBALIKPAPAN.COM, Nusantara – Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) menjalin kerja sama strategis dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui pertemuan di Kantor Balai Kota Otorita IKN, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Nusantara.
Kolaborasi ini berfokus pada kajian penamaan rupa bumi (toponimi) di wilayah IKN, yang mencakup penamaan jalan, embung, hingga gedung pemerintahan.
Pertemuan ini dihadiri tujuh peneliti BRIN dari berbagai bidang keilmuan. Salah satu agenda utama membahas pengembangan Social Early Warning System (SEWS), yaitu sistem deteksi dini untuk mengidentifikasi potensi konflik sosial di kawasan IKN.
Kerja sama akan dilaksanakan dalam dua tahap: riset lapangan dan penyusunan peta toponimi berdasarkan titik lokasi di wilayah Nusantara.
Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, menyebutkan bahwa kolaborasi ini merupakan langkah penting dalam memperkuat fondasi tata ruang dan sosial IKN menuju perwujudannya sebagai Ibu Kota Politik Indonesia tahun 2028.
“Toponimi ini akan sangat diperlukan. Kami siap berkontribusi dengan apa saja yang BRIN butuhkan, dengan catatan kajian ini harus bisa dimanfaatkan secara nyata. Tidak hanya nama jalan saja, tetapi setiap kawasan Nusantara harus kita beri identitas,” ujar Basuki.
Ia menargetkan kajian toponimi dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2027.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Geoinformatika BRIN, Prof. Dr. M. Rokhis Khomarudin, menjelaskan bahwa kajian ini tidak hanya membahas penamaan geografis, tetapi juga memperkuat dimensi sosial dan budaya dalam setiap unsur tata kota.
“Kami perlu mendalami beberapa alternatif yang nanti akan kami usulkan, termasuk penamaan yang futuristik dan juga terkait tidak hanya warga lokal saja, tetapi juga mendapatkan masukan dari para pendatang yang ada di kawasan IKN ini,” jelas Rokhis.
Sebagai bagian dari kegiatan, tim BRIN juga meninjau sejumlah infrastruktur penting, seperti embung, Bendungan Sepaku Semoi, dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sanggai.
Kunjungan ini bertujuan untuk memverifikasi data penelitian serta memastikan kesiapan infrastruktur dasar di wilayah Nusantara.
Rokhis menjelaskan bahwa riset sumber daya air sebelumnya masih berbasis citra satelit, sehingga observasi langsung di lapangan diperlukan agar hasil kajian lebih akurat.
“Terkait hasil riset sebelumnya mengenai sumber daya air, sejauh ini informasinya masih berdasarkan citra satelit dan belum melalui kegiatan lapangan. Dengan adanya tambahan data yang dilakukan BRIN di IKN ini, hasil riset akan semakin kuat,” terangnya.
Peneliti di bidang teknologi penginderaan jauh dan geomatika itu juga menekankan pentingnya validitas data dalam penelitian.
“Jadi, prinsipnya garbage in, garbage out, artinya kalau kita melakukan sebuah riset, apabila data risetnya sampah, hasilnya juga akan sampah. Karena itu, dengan hadirnya para periset langsung ke lapangan, harapannya dapat melihat bagaimana kondisi existing (sebenarnya) yang ada di IKN. Alhasil, kita akan mendapatkan data yang baik dengan hasil riset yang berkualitas,” ujarnya.
Dalam kunjungan lapangan tersebut, Rokhis turut mengapresiasi pemanfaatan embung di kawasan IKN yang tidak hanya berfungsi sebagai penampung air, tetapi juga mendukung ekonomi hijau melalui pengembangan tanaman kopi liberika di sekitar DAS Sanggai.
“Danau ini menjadi penting bagi ekonomi hijau, yang mana di sekelilingnya ternyata sudah ditanami oleh tanaman kopi liberika. Terlebih lagi, saya mendengar sudah ada 54 embung yang dibangun di IKN, yang nantinya juga akan memenuhi kebutuhan air baku bagi kehidupan sehari-hari masyarakat Nusantara,” ungkapnya.
Pertemuan antara Otorita IKN dan BRIN ini menjadi tonggak awal sinergi riset dan inovasi di ibu kota baru Indonesia.
Kolaborasi keduanya diharapkan mampu menghadirkan basis data ilmiah yang kuat untuk mendukung pembangunan Nusantara sebagai kota pemerintahan sekaligus pusat riset, inovasi, dan peradaban modern bangsa. (*/pr)




















