PORTALBALIKPAPAN.COM – Ketatnya ruang fiskal kembali menjadi perhatian utama dalam pembahasan APBD Kalimantan Timur, tahun 2026.
Penurunan dana transfer ke daerah (TKD) yang sangat signifikan membuat struktur keuangan Kaltim harus disesuaikan secara menyeluruh.
Dari semula diestimasi Rp21,35 triliun, APBD tahun depan turun menjadi Rp15,15 triliun.Pemicunya bukan hal kecil. TKD yang sebelumnya direncanakan mencapai Rp9,33 triliun anjlok menjadi hanya Rp3,13 triliun.
Kondisi ini membuat Fraksi Golkar mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim untuk lebih serius mengoptimalkan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) 2025 sebagai bantalan fiskal.
Saran tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-45 DPRD Kaltim yang digelar di Gedung B DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar Samarinda, Sabtu (29/11/2025) malam.
Agenda rapat saat itu berfokus penyampaian pandangan fraksi-fraksi DPRD terhadap Nota Penjelasan Keuangan serta Ranperda APBD 2026.
Anggota Fraksi Golkar, Syahariah Mas’ud, menguraikan struktur anggaran yang diajukan pemerintah provinsi. Belanja operasional berada pada angka Rp8,16 triliun, belanja modal Rp1,06 triliun, belanja tidak terduga Rp33,93 miliar, dan belanja transfer mencapai Rp5,89 triliun.
Sedangkan penerimaan pembiayaan dari SILPA 2025 diprediksi hanya sekitar Rp900 miliar.
“Dengan turunnya angka transfer daerah yang diterima oleh pemerintah provinsi Kaltim dari rencana awal Rp9,33 triliun diestimasi turun menjadi Rp3,13 triliun,” ujar Syahariah dalam paripurna.
Ia menilai penurunan TKD mengharuskan pemerintah provinsi benar-benar fokus pada penguatan pondasi pembangunan, bukan sekadar mempertahankan program yang kurang mendesak.
Menurutnya, setiap kebijakan harus disesuaikan dengan realitas kemampuan fiskal yang baru.
Golkar juga meminta agar Pemprov Kaltim meninjau kembali dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2026, agar setiap target dan indikator selaras dengan estimasi penerimaan yang jauh lebih rendah.
Konsolidasi terhadap realisasi anggaran hingga Desember 2025 juga dinilai penting agar potensi SILPA bisa dihitung lebih akurat.
Syahariah menilai potensi SILPA 2025 seharusnya lebih besar dari perkiraan awal.
“Karena realisasi SILPA tahun-tahun sebelumnya selalu mencapai angka Rp2 triliun,” ungkapnya.
Selain mengandalkan SILPA, Pemprov juga diminta lebih proaktif mendorong perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Kaltim untuk mengoptimalkan pelaksanaan program corporate social responsibility (CSR).
Menurut Golkar, CSR dapat diarahkan untuk memperkuat program prioritas, khususnya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan masyarakat.
“Sebagaimana telah diajarkan dalam ketentuan perundang-undangan, program CSR dapat diarahkan untuk mendukung program-program unggulan Pemerintah Provinsi Kaltim,” tutur Syahariah Mas’ud mengakhiri pandangannya.
Dengan penurunan pendapatan yang begitu tajam, SILPA dan CSR kini dipandang sebagai kunci penting menjaga APBD 2026 tetap berjalan stabil.
Pemprov Kaltim diharap mampu memaksimalkan keduanya agar pembangunan Kaltim tidak melambat di tengah tekanan fiskal. (ADV/ Lrs)















