PORTALBALIKPAPAN.COM – Keresahan mahasiswa dan orang tua di Kalimantan Timur di sejumlah kampus memuncak, ketika jadwal pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) tidak sejalan ritme pencairan anggaran pemerintah.
Situasi ini menciptakan pola kecemasan yang tidak hanya mengganggu proses belajar, tetapi juga mengancam keberlanjutan pendidikan ribuan mahasiswa di Kaltim.
Awal tahun akademik mahasiswa menghadapi ketidakpastian.
UKT jatuh tempo pada Januari, sementara realisasi anggaran paling cepat baru dapat dilakukan pada Februari, membuat mereka harus menanggung konsekuensi administratif tanpa kesalahan dari pihak mereka.
“Bayangkan UKT harus dibayar Januari sementara realisasi anggaran baru bisa Februari. Setiap tahun, mahasiswa menghadapi kecemasan yang sama,” ujar Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Agusriansyah Ridwan.
“Ini tidak boleh terjadi mahasiswa bisa stres orang tua bingung bahkan ada yang memilih cuti,” lanjutnya.
Bahkan, tak sedikit mahasiswa yang sudah brrharap adanya pembayaran UKT gratis itu, terpaksa mengambil cuti karena tidak memiliki biaya menombok lebih dulu.
“Ini tidak boleh terjadi, harus ada solusi agar perguruan tinggi yang memenuhi syarat tidak dirugikan hanya karena kesalahan administratif kampus lain,” kritiknya.
Kondisi ini sekaligus memperlihatkan betapa pentingnya pemerintah memahami ritme akademik kampus, bukan sekadar mengikuti urutan tahapan birokrasi yang justru menghambat layanan pendidikan.
Ia mengingatkan, Pemerintah Provinsi Kaltim harus memahami ritme akademik.
“Jangan sampai agenda pencairan anggaran justru menghambat proses belajar mahasiswa dan program ini bukan hanya membantu mereka bertahan di bangku kuliah, tetapi juga harus mempersiapkan mereka menghadapi dunia kerja” tegas Agusriansyah.
Di lapangan, keterlambatan UKT bukan sekadar masalah teknis. Orang tua menggantungkan keberlanjutan pendidikan anaknya pada bantuan tersebut.
Ketidakpastian pencairan menyebabkan tekanan psikologis yang berat, sementara mahasiswa dihantui risiko cuti kuliah hanya karena mekanisme anggaran yang tidak sinkron dengan kalender akademik.
Politisi PKS itu menilai bahwa program gratis pol tidak boleh menjadi sumber kecemasan baru.
Tujuannya adalah membuka akses pendidikan seluas-luasnya, bukan menciptakan siklus tahunan di mana mahasiswa harus menunggu keputusan anggaran untuk dapat tetap kuliah.
Masalah ini juga diyakini sebagai bagian dari kegagalan koordinasi antara pemerintah, kampus, dan pengelola anggaran.
Jika tidak segera dibenahi, program yang seharusnya menjadi instrumen pemerataan pendidikan justru berubah menjadi titik lemah sistem pendidikan daerah.
Agusriansyah menegaskan pemerintah harus memastikan ada solusi permanen baik melalui percepatan mekanisme pencairan, penyesuaian kalender anggaran, atau skema bridging fund.
Tujuannya agar mahasiswa tidak lagi menanggung beban yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Dengan kritik tajam ini, DPRD berharap pemerintah tidak lagi menunda perbaikan.
“Pendidikan tidak boleh tersandera administrasi, dan mahasiswa Kaltim berhak memperoleh kepastian sebagaimana dijanjikan dalam program bantuan pendidikan daerah,” tegasnya. (ADV/ Lrs)
















