PORTALBALIKPAPAN.COM – Ketimpangan akses pendidikan tingkat SMA di sejumlah wilayah Kalimantan Timur kembali mencuat sebagai persoalan serius yang tidak bisa lagi dipandang sebagai masalah administratif atau sekadar kekurangan bangunan sekolah.
Kondisi ini sudah memasuki fase kritis, terutama bagi ribuan pelajar di Kutai Kartanegara yang harus menempuh perjalanan jauh setiap hari hanya untuk bisa bersekolah.
Di Kabupaten Kutai Kartanegara, sedikitnya empat kecamatan, yakni Muara Wis, Muara Muntai, Marangkayu, dan Kota Bangun, hingga kini belum memiliki bangunan SMA.
Situasi ini membuat pelajar harus berpindah kecamatan, menempuh puluhan kilometer perjalanan, dan melewati jalur air ataupun darat hanya untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
“Ini bukan hal baru kami sudah mendengar persoalan ini sejak lama namun kemampuan fiskal daerah sangat berpengaruh” tegas Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, dr Andi Satya Adi Saputra, siang tadi.
Menurutnya persoalan ini tidak bisa terus-menerus dibatasi oleh alasan keterbatasan anggaran, apalagi kini dampaknya semakin nyata terhadap masa depan generasi muda.
Terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah terpencil dan tidak tersentuh pembangunan pendidikan menengah.
“Ini bukan sekedar pembangunan fisik ini menyangkut masa depan generasi akses pendidikan pemerataan layanan publik dan kualitas sumber daya manusia” ujar Andi Satya.
Pemotongan anggaran dari pemerintah pusat menjadi salah satu penyebab lambatnya realisasi pembangunan sekolah baru.
Namun DPRD menilai bahwa sekalipun ruang fiskal tertekan, Pemerintah Provinsi Kaltim tetap harus menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan mendesak, bukan pilihan yang dapat ditunda.
Andi Satya menilai bahwa ketimpangan akses pendidikan ancaman jangka panjang yang akan memperlebar jurang kualitas SDM antarwilayah di Kaltim.
Kondisi ini dinilai semakin mengkhawatirkan, jika pemerintah tidak mengambil tindakan lebih berani dan terstruktur.
“Semoga pemerataan akses pendidikan ini bisa dijadikan prioritas juga sama pemerintah karena setiap pelajar punya hak pendidikan yang setara” tandasnya.
Ia menekankan pemerintah provinsi harus segera menyusun peta prioritas pembangunan SMA baru. Serta menyesuaikan kembali alokasi anggaran dan membuka dialog intensif dengan pusat terkait pemotongan dana yang menghambat realisasi pembangunan.
Dengan kritik ini DPRD berharap pemerintah tidak sekadar membuka ruang aspirasi. Namun benar-benar mempercepat kebijakan pembangunan sekolah agar pelajar di wilayah tanpa SMA tidak lagi dikorbankan karena lambatnya respon fiskal. (ADV/ Lrs)
















