PORTALBALIKPAPAN.COM – Di tengah upaya meningkatkan kualitas pendidikan, persoalan paling mendasar justru kembali mengemuka.
Yakni jumlah guru yang tidak sebanding dengan kebutuhan di lapangan.
Kondisi ini membuat layanan pendidikan di sejumlah wilayah, terutama daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). di wilayah 3T itu pendidikan berjalan dengan segala keterbatasan yang pada akhirnya berdampak langsung pada anak-anak Kaltim.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Agusriansyah Ridwan melihat persoalan ini bukan sebagai isu teknis semata, melainkan fondasi yang menentukan arah masa depan pendidikan daerah.
“Kalau kita bicara pendidikan maka ujung tombaknya adalah guru. Jadi kalau gurunya kurang tentu pendidikan yang diberikan kepada anak anak tidak akan maksimal, dan ini artinya harus dicarikan solusi agar kebutuhan guru bisa segera terpenuhi dan merata termasuk di wilayah 3T,” ujarnya.
Agusriansyah menilai bahwa penyusunan kebijakan pendidikan selama ini sering kali terjebak pada pertimbangan yang tidak proporsional.
Alih-alih berorientasi pada peta kebutuhan jangka panjang, kebijakan kadang lahir dari selera, kepentingan, atau pertimbangan jangka pendek yang tidak menyentuh akar persoalan.
“Ketika kita menyusun kebijakan pendidikan jangan hanya berdasarkan suka atau tidak suka, harus betul betul proporsional dan punya gambaran jelas. Misalnya target pemerataan dan keadilan lima tahun, seperti apa baik dari sisi sarana prasarana maupun kesejahteraan,” sebutnya.
Menurutnya menghadirkan pemerataan pendidikan tidak cukup dengan menambah bangunan sekolah semata.
Ketersediaan guru adalah inti dari layanan pendidikan, dan distribusinya harus direncanakan secara adil. Guru yang bertugas di wilayah 3T harus diberi perhatian lebih.
Sebab beban dan tantangan yang mereka hadapi jauh lebih berat dibandingkan mengajar di perkotaan.
“Guru di wilayah 3T tentu harus mendapat perhatian berbeda dibanding guru di kota,” tandas politisi PKS ini.
Pandangan ini menjadi sorotan penting dalam upaya memperbaiki ketimpangan layanan pendidikan di Kaltim. Tanpa distribusi guru yang adil, kualitas pendidikan tidak akan merata, dan anak-anak di daerah terpencil akan terus berada dalam posisi yang tidak setara.
Agusriansyah berharap pemerintah mulai merumuskan kebijakan pendidikan yang benar-benar berbasis kebutuhan dan data, bukan sekadar menggugurkan kewajiban regulatif.
Pendidikan, menurutnya, investasi jangka panjang; dan investasi itu dimulai dari guru yang cukup, kompeten, dan tersebar merata. (ADV/ Lrs)
















