PORTALBALIKPAPAN.COM – Wacana pemerataan pendidikan kembali mengemuka ketika perhatian publik diarahkan pada ketidakadilan alokasi anggaran.
Apalagi, selama ini lebih banyak terserap untuk sekolah-sekolah unggulan di wilayah perkotaan.
Padahal realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebutuhan terbesar justru datang dari desa-desa dan wilayah 3T (tertinggal, terluar, terdepan) yang selama ini menahan beban ketertinggalan infrastruktur.
Kondisi ini menjadi sorotan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Agusriansyah Ridwan, yang menilai bahwa cara pandang pemerintah merancang program pendidikan harus berubah total.
Hal itu perlu jadi perhatian, jika ingin memastikan setiap anak di Kalimantan Timur mendapatkan hak belajar yang adil dan bermartabat.
“Soal infrastruktur juga begitu kalau anggaran selalu diarahkan untuk sekolah unggulan di kota ini tidak adil anak-anak di desa dan wilayah terpencil juga anak bangsa yang punya hak sama untuk mendapat pendidikan berkualitas,” tegasnya, Jumat.
“Kekayaan Kalimantan Timur ini milik semua bukan hanya milik mereka yang dianggap lebih mampu” tegas Agusriansyah.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa hanya fokus pada pembangunan fisik gedung sekolah semata tanpa memahami konteks geografis dan sosial yang dihadapi masyarakat pulau maupun pedalaman.
Di daerah seperti Maratua atau kecamatan kepulauan lainnya, tantangan pendidikan tidak sesederhana membangun ruang kelas.
“Untuk daerah seperti Maratua dan wilayah 3T lainnya, pemenuhan pendidikan bukan hanya soal bangunan sekolah, kebutuhan gizi anak anak, fasilitas asrama, akses transportasi dan jalan penghubung, semuanya harus dipikirkan secara integratif” ujar Agusriansyah.
Ia menekankan pendidikan di daerah terpencil tidak dapat dipisahkan dari kualitas akses transportasi.
Anak-anak di wilayah pesisir dan pulau sering kali harus menempuh perjalanan panjang dengan perahu atau pesawat kecil.
Sehingga perencanaan anggaran pendidikan seharusnya memperhitungkan moda transportasi tersebut.
“Kalau transportasi laut atau udara dibutuhkan itu juga harus dibicarakan kita tidak bisa bicara pendidikan tanpa melihat akses yang membuat anak anak sulit sekolah,” tandasnya.
Pandangan ini menjadi pengingat bahwa pembangunan pendidikan di Kaltim tidak boleh terus berputar mengelilingi pusat-pusat kota yang sudah relatif mapan.
Pemerataan hanya akan terjadi jika strategi anggaran diarahkan pada wilayah yang benar-benar membutuhkan intervensi, bukan sekadar yang terlihat atau mudah dijangkau.
Untuk itu DPRD berharap pemerintah provinsi berani merumuskan pendekatan pendidikan yang lebih inklusif. Serta sensitif terhadap kondisi geografis dan berpihak kepada anak-anak di wilayah yang selama ini berdiri di garis paling luar pembangunan. (ADV/ Lrs)

















