PORTALBALIKPAPAN.COM – Pembahasan mengenai mekanisme penegakan etik dikemukakan melalui rapat Badan Kehormatan (BK) DPRD Kalimantan Timur.
Pentingnya cerminan sebuah etika dalam pelayanan publik, utamanya bagi para anggota dewan sebagai wakil rakyat, menjadikan mekanisme penegakan perlu disempurnakan secara tata beracara.
Hal ini menjadi bahasan utama usai kunjungan kerja ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Sebab, kunjungan itu membuka perbandingan signifikan antara kewenangan pusat dan daerah.
Sekaligus menegaskan bahwa proses penegakan etik membutuhkan standar yang lebih kuat agar setiap kasus dapat diselesaikan dengan adil dan terukur. “Mereka di tingkat pusat punya mekanisme sanksi yang jauh lebih rinci,” jelas Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi.
Perbedaan yang paling mencolok, dijelaskan politisi PKS itu, ihwal kewenangan MKD dalam menjatuhkan sanksi berat, berupa penonaktifan anggota selama satu hingga tiga bulan.
Hal itu, katanya, bentuk kewenangan yang tidak dimiliki Badan Kehormatan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Untuk itu, diperlukan pemahaman yang benar secara menyuluruh melalui bimbingan MKD. “Kami di daerah tidak punya kewenangan sebesar itu,” sebut Subandi.
Meski demikian, kunjungan tersebut dinilai penting sebagai referensi pembelajaran untuk memperkuat prosedur internal BK agar lebih komprehensif dan adaptif terhadap dinamika laporan etik di daerah.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim itu menyampaikan bahwa hasil pertemuan dengan MKD akan menjadi bahan kajian awal, meskipun revisi tata beracara biasanya dilakukan pada awal periode setelah pelantikan anggota dewan.
Upaya penguatan mekanisme etik ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penanganan aduan serta memberi kepastian bagi publik, bahwa setiap laporan ditangani melalui prosedur yang profesional dan transparan.
Sebelumnya, BK DPRD Kaltim juga telah membahas status hukum anggota DPRD Kalimantan Timur Kamaruddin Ibrahim, yang sempat menggemparkan warga Benua Etam.
Kamaruddin Ibrahim telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, berdasarkan Surat TAP-17/M.1/Fd.1/05/2025 tertanggal 7 Mei 2025. Ia ditahan dengan dugaan terlibat kasus korupsi proyek fiktif di PT Telkom Indonesia.
Kamaruddin Ibrahim diduga berperan sebagai pengendali dua perusahaan rekanan proyek fiktif, termasuk PT Fortuna Aneka Sarana Triguna yang menangani proyek Smart Supply Chain Management senilai Rp13,2 miliar.
Perkembangan terbaru status Kamaruddin, menegaskan bahwa Badan Kehormatan DPRD Kaltim tetap mengikuti alur administrasi dan tidak mengambil langkah di luar kewenangan.
Surat resmi dari Sekretariat Dewan DPRD Kaltim kepada Kejaksaan telah dikirimkan dan diterima, namun hingga saat ini belum ada balasan yang menjelaskan perubahan status hukum.
Karena itu, posisi Kamarudin masih sebagai tersangka, sesuai informasi terakhir yang diterima DPRD Kaltim. “Status beliau masih tersangka sampai ada pemberitahuan resmi dari Kejaksaan,” tegas Subandi.
Ia menegaskan, kasus tindak pidana yang ditangani aparat penegak hukum bukan ranah BK untuk mencampuri prosesnya sehingga seluruh tahapan tetap mengikuti kewenangan institusi hukum.
Terkait kemungkinan pergantian antar waktu atau PAW, BK menegaskan bahwa proses tersebut hanya dapat dilakukan jika putusan pengadilan sudah inkrah. (ADV/ Lrs)















