PORTALBALIKPAPAN.COM – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalimantan Timur memberikan catatan-catatan penting menanggapi pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun Anggaran 2026.
Hal ini sebagai bagian dari fungsi anggaran dan pengawasan terhadap tata kelola keuangan daerah.
Dalam Rapat Paripurna Ke-45 DPRD Kaltim, Fraksi PDIP menilai situasi fiskal tahun 2026 harus ditangani dengan kehati-hatian, mengingat penurunan Pendapatan Transfer Pusat (PTP) dari pemerintah pusat terjadi sangat signifikan.
Sehingga seluruh kebijakan anggaran wajib disusun secara realistis dan berpihak pada masyarakat.
PTP semula sekitar Rp9,33 triliun berkurang menjadi Rp6,19 triliun atau 66,39 persen, sehingga hanya tersisa Rp3,13 triliun. Kondisi ini menuntut langkah berani sekaligus terukur dalam menjaga ruang fiskal daerah.
Pada sisi belanja Fraksi PDIP menilai pemangkasan belanja nonprioritas menjadi langkah yang tepat, namun tetap memerlukan penjelasan rinci mengenai strategi belanja modal terutama pada sektor infrastruktur strategis seperti jalan logistik kesehatan perikanan dan perkebunan.
“Belanja modal harus diarahkan pada sektor berdaya ungkit tinggi dengan indikator kinerja yang jelas dan terukur agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat secara langsung,” ujar Juru Bicara Fraksi PDIP DPRD Kalimantan Timur Sugiyono, di Gedung B DPRD Kaltim.
Fraksi PDIP juga mempersoalkan dominasi belanja pegawai yang dinilai masih terlalu besar sehingga perlu penataan ulang struktur belanja agar ruang fiskal lebih berpihak kepada program pro rakyat dan prioritas pelayanan dasar.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi perhatian utama terutama melalui digitalisasi sistem pajak dan retribusi secara real time.
Ia menilai hal itu fondasi penting menuju kemandirian fiskal Kaltim di tengah berkurangnya dana pusat.
“Optimalisasi PAD harus memperkuat prinsip efektivitas dan efisiensi agar setiap rupiah yang dibelanjakan memberi efek berganda bagi pembangunan sosial ekonomi yang berkeadilan,” tandas Sugiyono.
Fraksi PDIP turut menyoroti program penurunan stunting dan menilai penguatan data by name by address hingga intervensi gizi spesifik perlu diperluas.
Terutama untuk keluarga miskin dan wilayah pedesaan yang sulit menjangkau layanan kesehatan.
Pada isu Dana Bagi Hasil (DBH) Fraksi PDIP mendukung sikap tegas pemerintah provinsi dalam menolak pemotongan DBH.
Sebab, katanya, kebijakan tersebut berpotensi memangkas kemampuan fiskal secara signifikan dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Jika jalur diplomasi dan mekanisme konstitusional tidak direspons memadai, Fraksi PDIP menilai aspirasi masyarakat tidak boleh diabaikan selama disampaikan dalam koridor hukum yang berlaku dan dilakukan demi menjaga hak fiskal daerah. (ADV/ Lrs)














