PORTALBALIKPAPAN.COM – Polemik seleksi Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Timur (Kaltim) memasuki babak yang semakin krusial.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan keberatan keras terhadap proses yang dinilai tidak transparan, tidak kolektif–kolegial, dan berpotensi melanggar prosedur internal DPRD.
Kritik ini muncul bukan hanya sebagai respons fraksi, tetapi sebagai upaya menjaga integritas lembaga sebelum keputusan final ditetapkan.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Damayanti menegaskan bahwa ada ketidakjelasan serius terkait koordinasi internal.
Sebab, kata Damayanti, fraksinya menjadi satu-satunya yang tidak menerima informasi apa pun terkait pengumuman nama-nama calon komisioner.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai tata kelola pengambilan keputusan di tubuh DPRD.
“Posisi kami sudah jelas. Kami sudah bersurat kepada pimpinan fraksi ketua komisi dan pihak terkait untuk meminta kejelasan proses. Karena ada hal yang tidak transparan khususnya sikap panitia pemilihan yang seolah mengabaikan posisi Ketua Komisi I,” ujar Damayanti, Jumat.
Ia menilai bahwa ketika proses formal tidak melibatkan unsur yang seharusnya dilibatkan, wajar jika muncul dugaan bahwa ada sesuatu yang ingin disembunyikan.
Apalagi informasi penting seperti nilai Assisted Test (CAT) dan psikotes calon komisioner tidak dibuka, sehingga akuntabilitas seleksi diragukan.
“Saya mendengar adanya ketidakjelasan nilai CAT dan psikotes. Namun saya belum memeriksa mendalam karena tidak berada di tim itu. Tetapi indikator yang muncul menunjukkan kejanggalan, apalagi komisioner periode sebelumnya tidak ada yang terakomodasi, padahal pengalaman itu biasanya nilai plus,” tegasnya.
Fraksi PKB menyoroti bahwa SK KPID merupakan SK Gubernur sehingga selama SK belum diterbitkan ruang evaluasi masih terbuka.
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, dijelaskan Damayanti, juga telah menyatakan akan meninjau ulang proses seleksi, sebuah komitmen yang kini diminta untuk dibuktikan melalui tindakan konkret.
“Yang paling penting memastikan keputusan tidak diambil tergesa gesa, jika ada indikasi ketidakterbukaan atau ketidaksesuaian prosedur, maka evaluasi harus dilakukan sebelum SK ditandatangani demi menjaga kredibilitas lembaga,” katanya.
Selain soal prosedur, Damayanti menyuarakan keprihatinan mendalam terkait martabat fraksinya.
Ia menilai bahwa jika fraksi yang dipimpin perempuan satu-satunya di DPRD tidak dilibatkan, sementara enam fraksi lain mendapat informasi, maka indikasi bias dan perlakuan tidak setara perlu dibahas serius.
“Ini bukan soal siapa yang terpilih ini soal wibawa fraksi karena jika dalam hal kecil saja kami ditinggalkan bagaimana dengan keputusan besar nanti jangan sampai ada anggapan karena fraksinya dipimpin perempuan lalu bisa diabaikan,” ujarnya.
Fraksi PKB juga menegaskan kesiapan menempuh langkah hukum bila keberatan mereka tidak ditindaklanjuti.
Kata Damayanti hal ini bukan demi kemenangan politik, tetapi demi menjaga marwah institusi agar keputusan lembaga tetap berdasar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kini publik menunggu langkah resmi pimpinan DPRD. Dengan SK Gubernur yang belum terbit, kesempatan memperbaiki prosedur masih terbuka.
Ia menilai polemik ini ujian transparansi DPRD, sekaligus penentu kepercayaan publik terhadap proses seleksi lembaga yang bertugas mengawasi penyiaran di Kaltim. (ADV/ Lrs)















