PORTALBALIKPAPAN.COM – Proses panjang kasus penuntasan etik di DPRD Kaltim, akhirnya mencapai titik tenang.
Setelah beberapa minggu menjadi sorotan publik, laporan terhadap Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Abdul Giaz, terkait unggahan diduga bernuansa SARA di media sosial resmi dinyatakan sebagai pelanggaran etik oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim.
Namun alih-alih membawa kasus ini ke meja persidangan, BK memilih jalur mediasi agar persoalan dapat diselesaikan secara lebih cepat dan konstruktif.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang disampaikan Aliansi Pemuda Penegak Keadilan (APPK) Kaltim, setelah pernyataan Giaz terkait “orang luar Kaltim” menyebar luas dan memancing banyak reaksi.
BK kemudian memanggil Giaz pada 15 Oktober 2025 untuk sidang etik pertama, yang berujung pada keputusan melanjutkan proses melalui mekanisme mediasi.
Mediasi tersebut akhirnya digelar pada Jumat, 28 November 2025 pukul 10.00 WITA di Ruang Rapat BK Gedung D Lantai 3 DPRD Kaltim.
Para pelapor hadir lengkap, sementara Giaz tidak bisa hadir karena tengah mengikuti kegiatan pendadaran (PDD).
Meski begitu, BK memastikan hasil mediasi tetap dicapai dengan persetujuan kedua belah pihak.
Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, menyampaikan bahwa seluruh pelapor menerima keputusan penyelesaian melalui mediasi dan menyetujui sanksi berupa permohonan maaf terbuka kepada publik.
“Aliansi sudah menerima bahwa prosesnya tidak perlu persidangan, cukup mediasi,” ujarnya.
Menurut Subandi, permohonan maaf yang akan disampaikan Giaz merupakan bentuk sanksi ringan, sejalan dengan mekanisme BK ketika sebuah kasus tidak dibawa ke persidangan resmi.
“Pihak bersangkutan bersedia menyampaikan permohonan maaf itu, tinggal menunggu waktunya saja, secepatnya pasti,” jelasnya.
BK menegaskan, secara etik, pelanggaran memang terjadi. Namun mempertimbangkan situasi, kesediaan terlapor, serta kesepakatan pelapor, jalur mediasi dianggap sebagai langkah yang paling proporsional.
“Ini salah satu bentuk sanksi ringan. Karena pendekatannya mediasi, jadi tidak masuk sidang BK,” tambahnya.
Koordinator Lapangan APPK Kaltim, Zukhrizal Irbhani, juga memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak dipengaruhi intervensi pihak mana pun.
“Sudah menemukan titik temunya, puncaknya adalah adanya permohonan maaf secara publik,” ujarnya.
APPK berharap proses permohonan maaf dapat dilakukan secepat mungkin agar polemik yang sempat memicu kegaduhan ini benar-benar tuntas.
“Kalau ada permohonan maaf disampaikan secara publik, maka selesai masalah ini,” kata Zukhrizal.
Di balik penyelesaian ini, BK berharap kasus tersebut menjadi pengingat bahwa kekuatan sebuah pernyataan di ruang publik tidak boleh dianggap remeh.
Sebuah unggahan bisa melukai banyak pihak, namun sebuah permintaan maaf yang tulus dapat kembali merawat ruang dialog dan kepercayaan masyarakat. (ADV/ Lrs)















