PORTALBALIKPAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti, menyatakan keprihatinannya atas masih maraknya praktik kecurangan dalam proses seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025–2026.
Ia mendesak agar semua bentuk kecurangan ditindak secara tegas agar tidak mencederai prinsip keadilan dalam dunia pendidikan.
“Terhadap kecurangan yang mungkin timbul harus ada ketegasan di dalam menyikapi. Pejabat juga perlu memberi contoh untuk tidak melakukan pembelian kursi dan jangan meminta jatah kursi bagi saudara maupun kerabatnya,” kata Esti dalam keterangannya, Jumat (20/6/2025), dilansir dari laman DPR RI.
Esti secara khusus menyoroti dugaan praktik manipulasi data dan jual beli kursi yang kembali mencuat di sejumlah daerah. Ia menegaskan bahwa pejabat publik tidak boleh menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keistimewaan dalam penerimaan siswa.
SPMB sendiri merupakan sistem baru yang menggantikan PPDB dan tidak lagi hanya mengandalkan zonasi, tetapi juga mempertimbangkan domisili, afirmasi, prestasi, dan mutasi.
Namun, sistem ini dinilai belum sepenuhnya mampu menjamin keadilan dalam pelaksanaan di lapangan.
Banyak orangtua mengeluhkan ketidaksesuaian hasil seleksi, seperti anak-anak mereka yang tinggal dekat sekolah justru tidak diterima, sementara peserta dari wilayah lain berhasil lolos.
Tak hanya itu, dugaan manipulasi domisili melalui pemalsuan Kartu Keluarga (KK) dan perpindahan alamat mendadak kembali mencuat di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar.
Salah satu kasus mencolok terjadi di Kota Bandung, di mana Wali Kota Muhammad Farhan mengungkap temuan Tim Siber Pungli yang mendapati adanya indikasi jual beli kursi di empat SMP. Disebutkan, pungli yang dipatok berkisar antara Rp5 juta hingga Rp8 juta untuk satu kursi.
Lebih dari 100 laporan terkait praktik pungli juga diterima Ombudsman, termasuk dugaan pungli berkedok sumbangan komite sekolah.
Menanggapi hal ini, Esti menegaskan perlunya tindakan hukum terhadap segala bentuk penyimpangan.
“Praktik pungli dan manipulasi data harus ditindak tegas. Pendidikan adalah hak setiap anak, bukan ajang spekulasi yang mengorbankan masa depan mereka,” tegasnya.
Legislator dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini menyebut bahwa sistem SPMB seharusnya sudah lebih baik dari pendahulunya karena dibangun berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaan PPDB sebelumnya.
“Sistem sesungguhnya sudah berdasarkan kajian dan evaluasi dari sistem yang lalu. Seharusnya sudah semakin baik jika semua punya niat untuk melaksanakan sebaik mungkin dan jujur,” jelasnya.
Namun demikian, ia juga mengakui bahwa masih terdapat kendala teknis yang perlu dibenahi. Mulai dari orangtua yang belum terbiasa dengan teknologi, hingga kapasitas perangkat server sekolah yang belum memadai.
“Memang masih ada orangtua yang gagap teknologi ataupun pengelola server yang belum sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dibutuhkan. Termasuk juga pada ketepatan alat (komputer) server,” sebut Esti.
Karena itu, Esti mengajak pihak sekolah untuk lebih proaktif dalam mendampingi orangtua yang mengalami kesulitan.
Ia juga mengingatkan agar kepala sekolah memahami sistem secara menyeluruh guna mencegah informasi yang keliru di masyarakat.
“Pihak sekolah harus sigap membantu orangtua yang gagap teknologi dan minim informasi. Penting juga pemahaman sistem dan teknis bagi seluruh Kepala Sekolah sehingga bisa memberi informasi yang jelas dan akurat kepada orangtua siswa yang naik jenjang,” ujarnya.
“Jadi Kepala sekolah SMP memberi info ke orangtua tentang sistem penerimaan di SMA/SMK dan Kepala Sekolah SD memberi sosialisasi kepada orangtua yang anaknya akan masuk SMP,” imbuh Esti.
Esti berharap pelaksanaan SPMB ke depan bisa berjalan lebih jujur, transparan, dan adil demi menjaga kualitas dan integritas pendidikan nasional. (ih)