PORTALBALIKPAPAN.COM – Tren kenaikan kasus stunting di beberapa wilayah di Kalimantan Timur, seperti Balikpapan, Kutai Barat (Kubar), dan Penajam Paser Utara (PPU) menunjukkan intervensi tunggal dari pemerintah daerah tidak lagi memadai.
Sehingga diperlukan gerakan bersama yang terstruktur. Pendekatan kolaboratif dinilai menjadi strategi paling efektif karena stunting berkaitan banyak faktor.
Mulai kesehatan, ekonomi keluarga, perilaku, hingga kualitas lingkungan sehingga perlu melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan.
“Menanggulangi stunting dengan kerja bersama dan tidak bisa hanya mengandalkan APBD,” tegas Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, M Darlis Pattalongi, pada Rabu (26/11/2025).
Koordinasi lintas sektor juga telah dilakukan di Samarinda, termasuk dengan kecamatan dan pemerintah kota, untuk menutup celah intervensi sekaligus mempercepat capaian target nol stunting.
“Jika semua pihak bergerak bersama maka target nol stunting bukan hal yang mustahil,” ucap Darlis.
Dukungan pihak swasta, tokoh masyarakat, dan lembaga keagamaan seperti Badan Amil Zakat Nasional kabupaten dan kota turut difokuskan untuk memastikan pemenuhan gizi keluarga berisiko.
Ia juga mendorong pemerintah daerah menggandeng pihak ketiga dalam upaya penurunan stunting.
Hal ini dilakukan lantaran adanya rencana pemangkasan transfer ke daerah (TKD), yang dikhawatirkan berpengaruh kepada program-program di daerah, salah satunya upaya penurunan stunting.
“Untuk di Samarinda, saya sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Samarinda dan aparat kecamatan. Insyaallah, kami akan berupaya menurunkannya hingga nol,” tuturnya.
Menurutnya, kolaborasi menjadi kunci untuk melewati kondisi ini.
Ia menegaskan, jika stunting tidak akan terselesaikan apabila hanya mengandalkan pemerintah. Terlebih dengan kondisi fiskal saat ini, di mana APBD di semua tingkatan yang sangat terbatas.
Menurutnya, pemerintah perlu melibatkan pihak swasta serta tokoh masyarakat yang memiliki alokasi anggaran yang cukup untuk menurunkan angka tersebut.
“Terkait peran swasta, contohnya cukup banyak. Alhamdulillah, di Samarinda ketika kami mengajak kolaborasi, tingkat partisipasi mereka cukup tinggi,” sambungnya.
Darlis menilai, kurangnya partisipasi pihak swasta dalam penanganan stunting kerap kali terjadi karena kurang maksimalnya ajakan untuk kolaborasi.
Karena itu, ia meminta daerah lain untuk menggencarkan ajakan kolaborasi kepada pihak ke tiga dalam penanganan stunting. Seperti Samarinda, yang menjalin kerja sama dengan Baznas.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Kaltim tahun 2024, ada tiga daerah yang berhasil menekan angka stunting di bawah rata-rata provinsi.
Yakni Kabupaten Kutai Kartanegara yang menjadi daerah terendah dengan prevalensi 14,2 persen, disusul Samarinda sebesar 20,3 persen, serta Bontang sebesar 20,7 persen.
Adapun empat kabupaten/kota lainnya masih berada pada kategori mengkhawatirkan, yaitu Kabupaten Kutai Timur dengan prevalensi 26,9 persen, Kabupaten Kutai Barat 27,6 persen.
Lalu Kota Balikpapan yang terus mengalami kenaikan dalam tiga tahun terakhir hingga mencapai 24,7 persen, dan Kabupaten Penajam Paser Utara yang menjadi daerah dengan angka tertinggi, menembus 32,0 persen. (ADV/ Lrs)















