PORTALBALIKPAPAN.COM – Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan kebutuhan pasokan beras, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, sampai kini, masih mengimpor dari luar daerah.
Kebutuhan tinggi dari permintaan beras tersebut mau tak mau harus terpenuhi dari sokongan luar. Bukan tak mampu menyediakan sendiri, tapi belum optimalnya lahan pertanian, dinilai jadi penyebab.
Selain itu, hadirnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) di tiap sekolah dari jenjang PAUD, TK, SD, SMP, dan SMA baik swasta maupun negeri, juga jadi pertimbangan untuk impor beras.
Untuk itu, di tengah upaya pemerintah memperkuat kualitas pendidikan dan kesehatan pelajar lewat MBG, Wakil Ketua DPRD Kaltim Ananda Emira Moeis berharap beras lokal lewat tangan-tangan petani lokal, kebutuhan MBG dapat dipenuhi.
Ananda Emira Moeis melihat program ini sebagai pintu masuk membangun ekosistem ekonomi yang menghidupkan petani dan pelaku usaha kecil lainnya di daerah.
Bagi Ananda, keberhasilan MBG sangat ditentukan oleh rantai pasoknya.
“Jika bahan pangan yang digunakan berasal dari petani lokal, maka manfaat program akan mengalir lebih luas bukan hanya ke sekolah, tetapi juga ke ladang, kebun, dan pasar tradisional di Kaltim,” ujarnya.
Ia mengingatkan, kontribusi petani lokal sangat penting dalam memastikan keberlanjutan program MBG.
“Dengan begitu, manfaatnya bukan hanya dirasakan pelajar, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Ia menilai, ketika produksi pangan daerah mampu menjadi tulang punggung program MBG, perputaran ekonomi akan tetap bertahan di Kaltim.
Namun, ia juga memahami kegelisahan para petani yang selama ini terhambat oleh keterbatasan modal.
“Tujuan utamanya jelas, yakni memastikan pasokan MBG terjamin tanpa harus bergantung pada daerah lain,” tegasnya. Selain membangun kemandirian pangan lokal, Ananda menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap kualitas makanan.
Makanan untuk pelajar tidak boleh sekadar mengenyangkan, tetapi harus benar-benar memenuhi standar kesehatan.
“Kalau pengawasan dilakukan dari hulu hingga hilir, saya optimistis MBG mampu menyatukan tiga hal sekaligus: peningkatan kesehatan pelajar, penguatan kualitas pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan,” jelasnya.
Menurutnya, keberhasilan program ini membutuhkan gerak bersama.
Dinas Kesehatan harus menjamin standar gizi, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memastikan pelaksanaannya di sekolah, adapun Dinas Pertanian menjadi jembatan penting antara program dan agenda swasembada pangan daerah.
“Artinya jika semua OPD berkolaborasi, MBG bisa menjadi program strategis yang membawa manfaat jangka panjang bagi Kaltim,” ujar Ananda, menutup pernyataannya.
Di balik menu sehari-hari para pelajar, tersimpan harapan besar, agar pangan lokal tumbuh, ekonomi rakyat bergerak, dan generasi muda Kaltim bertumbuh lebih sehat dan kuat. (ADV/ Lrs)















