PORTALBALIKPAPAN.COM – Penurunan drastis Transfer ke Daerah (TKD) pada APBD 2026 mendapat begitu banyak sorotan dari berbagai pihak.
Penurunan itu terjadi karena memangkas ruang fiskal Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur secara signifikan. Dampak kejutannya langsung terasa pada kemampuan pembiayaan layanan dasar yang hingga kini masih menghadapi banyak persoalan di lapangan.
DPRD Kaltim berharap tidak menjadi hambatan dalam pembangunan prioritas di masyarakat. Adapun penurunan TKD yang mencapai Rp9,33 triliun menjadi Rp3,13 triliun atau turun Rp6,19 triliun setara 66,39 persen.
Pemerintah daerah dipaksa menata ulang strategi pembangunan secara menyeluruh agar program prioritas tidak terhenti di tengah jalan.
“Fraksi Gerindra meminta penjelasan konkret mengenai strategi pemerintah menghadapi pemotongan TKD yang sangat besar ini,” kata Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Abdul Rakhman Bolong.
Kondisi krisis fiskal tersebut menjadi semakin berat mengingat berbagai kebutuhan infrastruktur dasar di daerah-daerah masih jauh dari memadai.
Akses jalan antarwilayah yang menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat dan distribusi ekonomi sebagian besar belum berada pada kondisi mantap.
Kerusakan jalan dari Samarinda menuju Kutai Barat hingga kini masih menjadi keluhan utama warga. Di wilayah lain seperti Bontang, Kutai Timur, dan Berau, permasalahan serupa turut memperlihatkan belum adanya langkah percepatan yang konsisten dan terukur dari pemerintah daerah.
“Percepatan perbaikan jalan provinsi harus dijelaskan secara lebih tegas karena konektivitas adalah kunci pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan,” sebut Rakhman.
Dalam situasi fiskal yang tertekan, penataan belanja daerah menjadi kewajiban yang tidak dapat ditunda.
Total belanja Rp15,15 triliun, yang terdiri dari belanja operasi Rp8,16 triliun, belanja modal Rp1,6 triliun, belanja tidak terduga Rp33,93 miliar, dan belanja transfer Rp5,89 triliun, harus diarahkan pada program yang benar-benar menyentuh kebutuhan publik.
Dirinya mengkritisi bahwa pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) memperburuk ruang gerak pembangunan sehingga program nonprioritas harus dievaluasi ulang.
Langkah ini diperlukan agar sektor mendesak seperti pendidikan, kesehatan, dan transformasi ekonomi tetap berada pada jalur perlindungan anggaran.
Peningkatan konektivitas, termasuk jalan usaha tani di pedalaman Kutai Barat dan Mahulu serta sejumlah ruas di Kutai Kartanegara yang dinilai belum tersentuh memadai, menjadi salah satu catatan keras yang harus segera direspons mengingat urgensinya bagi masyarakat setempat. (ADV/ Lrs)


















