PORTALBALIKPAPAN.COM – Tekanan fiskal akibat turunnya Transfer ke Daerah (TKD) dinilai tidak boleh menjadi alasan untuk melemahkan keberpihakan pembangunan kepada masyarakat.
Dalam situasi anggaran yang semakin terbatas, kolaborasi lintas pihak justru menjadi kunci agar kebutuhan dasar warga tetap terpenuhi secara adil dan berkelanjutan.
“Kondisi fiskal yang menurun ini harus dijawab dengan kerja sama yang lebih kuat antara pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, hingga sektor swasta,” ujar Anggota Komisi III DPRD Kaltim Syarifatul Sya’diah saat menyampaikan pandangannya terkait arah kebijakan pembangunan di tengah tekanan anggaran.
Misalnya di daerah pemilihannya (dapil) Kabupaten Kutai Timur, ia menekankan bahwa perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Kutai Timur.
Termasuk, kata Syarifatul, Kaltim Prima Coal (KPC) yang diharapkan tak membatasi penyaluran program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) hanya di wilayah lingkar tambang.
Menurutnya, masih banyak daerah lain di Kutai Timur yang membutuhkan perhatian, terutama wilayah dengan keterbatasan infrastruktur dan layanan dasar.
“CSR seharusnya menjadi bagian dari solusi pembangunan daerah secara lebih merata, bukan hanya terpusat di satu kawasan,” katanya.
Di tengah tekanan fiskal tahun anggaran 2026, Syarifatul juga menyatakan bahwa pendidikan dan kesehatan harus tetap menjadi prioritas utama.
Kedua sektor ini dinilainya sebagai fondasi menuju terwujudnya generasi emas, sehingga tidak boleh dikorbankan meski ruang anggaran menyempit.
“Pendidikan dan kesehatan adalah investasi jangka panjang. Dalam kondisi apa pun, dua sektor ini harus dijaga,” ucapnya.
Selain itu, infrastruktur dasar juga dinilai tetap krusial, terutama pembangunan dan perbaikan jalan penghubung antarwilayah.
Ia berharap belanja modal untuk konektivitas Kutai Timur–Berau, serta akses ke wilayah tertinggal seperti Kutai Barat dan Mahakam Ulu, tetap menjadi prioritas dalam pembahasan anggaran.
Sementara itu, belanja yang bersifat seremonial dan operasional, seperti pengadaan alat tulis kantor dan kegiatan yang tidak berdampak langsung ke masyarakat, diminta ditekan melalui kebijakan efisiensi.
“Dalam situasi sulit, pemerintah harus berani memilah. Mana yang benar-benar kebutuhan rakyat, mana yang bisa ditunda,” tuturnya.
Menurut Syarifatul, kebijakan anggaran yang humanis bukan hanya soal angka, tetapi tentang keberanian menjaga arah pembangunan agar tetap berpihak kepada masyarakat yang paling membutuhkan, meski dalam kondisi fiskal yang tidak ideal.
Dengan pendekatan kolaboratif dan penetapan prioritas yang tepat, ia optimistis pembangunan Kalimantan Timur, khususnya di Kutai Timur dan sekitarnya, tetap bisa berjalan menuju kesejahteraan yang lebih merata. (ADV/ Lrs)


















