PORTALBALIKPAPAN.COM, Korea Selatan – Baru 48 jam menjabat sebagai Presiden Korea Selatan, Choi Sang-mok sudah dihadapkan pada salah satu bencana udara paling mematikan dalam sejarah negara itu.
Pada Minggu pagi, 29 Desember, pesawat Jeju Air 7C2216 jatuh di Bandara Internasional Muan, menewaskan mayoritas dari 181 penumpang dan awak.
Choi, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Keuangan, tiba di lokasi kecelakaan beberapa jam setelah tragedi terjadi dan langsung menetapkan area tersebut sebagai zona bencana khusus.
“Pemerintah menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga korban dan berjanji akan berupaya semaksimal mungkin untuk memulihkan situasi dan mencegah kejadian serupa di masa depan,” ujarnya.
Namun, di balik layar, situasi politik Korea Selatan tengah berada dalam kekacauan. Choi menjadi pemimpin sementara setelah Perdana Menteri Han Duck-soo, yang sebelumnya menjabat sebagai presiden sementara, dimakzulkan pada Jumat malam.
Han sendiri menggantikan Presiden Yoon Suk Yeol, yang diberhentikan dari jabatannya pada 14 Desember setelah upaya singkatnya untuk memberlakukan darurat militer berakhir dengan pemakzulan oleh parlemen.
Kekacauan di Tengah Tragedi
Pergantian kekuasaan yang membingungkan di salah satu ekonomi terbesar di Asia ini membuat pemerintah harus bekerja ekstra keras untuk menangani bencana tersebut.
Hingga kini, beberapa kementerian masih mencari pola kerja dan alur komando yang tepat. “Hari ini, Choi ke Muan bersama pejabat Kementerian Perhubungan, bukan Kementerian Keuangan,” ungkap seorang juru bicara pemerintah kepada Reuters.
Pejabat lain menambahkan bahwa tim dari Kementerian Keselamatan dan Kementerian Perhubungan akan melapor langsung kepada Choi untuk menangani krisis ini.
Sementara itu, belum jelas siapa yang akan menangani tugas dari staf kepresidenan sebelumnya. Choi sendiri masih bekerja dari kompleks pemerintah di Seoul, tanpa akses ke kediaman resmi presiden.
Memimpin di Tengah Ketidakpastian
Choi kini memimpin tim pengendalian bencana terpusat, sebuah tugas yang biasanya dijalankan oleh perdana menteri. Tim ini dibentuk berdasarkan pengalaman dari tragedi Sewol Ferry pada 2014 dan insiden Halloween di Itaewon pada 2022. Namun, situasi politik yang memanas menambah tantangan besar dalam koordinasi penanganan.
Pergolakan politik bermula pada 3 Desember ketika Presiden Yoon secara mengejutkan mengumumkan darurat militer, hanya untuk membatalkannya beberapa jam kemudian setelah parlemen menentang langkah tersebut.
Parlemen, yang dikuasai oposisi, kemudian memakzulkan Yoon dengan tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan pemberontakan. Han Duck-soo juga dimakzulkan tak lama setelahnya.
Kini, Choi menjabat sebagai presiden sementara hingga Mahkamah Konstitusi memutuskan nasib Yoon dan Han.
Di tengah ketidakpastian ini, Korea Selatan juga dihadapkan pada tantangan ekonomi global, termasuk volatilitas pasar valuta asing dan persiapan menghadapi pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump di Amerika Serikat, sekutu utama Korea Selatan.
Dengan beban politik dan tragedi besar di pundaknya, Choi Sang-mok harus membuktikan bahwa ia mampu memimpin negara yang tengah terombang-ambing ini keluar dari badai krisis yang melanda. (*/imm)