PORTALBALIKPAPAN.COM – Bank Indonesia (BI) akan resmi meluncurkan sistem identifikasi transaksi keuangan berbasis digital bernama Payment ID pada 17 Agustus 2025.
Teknologi ini akan menjadi pengenal unik yang mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan data rekening bank, sehingga memungkinkan pemantauan menyeluruh terhadap transaksi keuangan digital milik Warga Negara Indonesia (WNI).
“17 Agustus baru kita launching hasil eksperimentasi Payment ID yang sudah dilakukan di seluruh pegawai Bank Indonesia dan yang kedua adalah penerimaan bansos,” kata Dudi Dermawan, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, dalam Editor’s Briefing di Labuan Bajo, belum lama ini.
Dudi menjelaskan bahwa Payment ID telah diuji dalam lingkungan internal dan skema penerima bantuan sosial (bansos).
Format ID ini terdiri dari sembilan karakter gabungan huruf dan angka, contohnya DDS 012 SAR, yang diklaim mudah diingat serta memiliki hingga 9 miliar kemungkinan kombinasi.
Salah satu keunggulan sistem ini adalah kemampuannya untuk memantau seluruh rekening dan histori transaksi individu hanya dengan mengacu pada satu Payment ID yang terhubung ke NIK.
Melalui teknologi ini, BI bisa mendeteksi aktivitas keuangan ganda, termasuk ketidaksesuaian dalam penyaluran bansos.
“Padahal bantuan yang diterima hanya Rp600 ribu dan uang keluar Rp500 ribu. Apakah dia layak menerima bansos? Itu kewenangan pemerintah. BI tidak melakukan asesmen, hanya menyampaikan fakta berdasarkan data,” ujar Dudi, menceritakan hasil uji coba Payment ID pada penerima bansos.
Nantinya, kementerian dan lembaga bisa melihat data transaksi secara agregat, termasuk jumlah rekening aktif dan volume mutasi dana. Namun, Dudi menekankan, setiap akses data harus melalui persetujuan Bank Indonesia dan pemilik data.
Sebagai bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025–2030, Payment ID akan menjadi fondasi dari infrastruktur data publik bernama BI-Payment Info.
Sistem ini akan dimanfaatkan untuk pengawasan profil ekonomi masyarakat, termasuk mendeteksi kemampuan rumah tangga hingga garis kemiskinan melalui integrasi dengan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSN) milik BPS.
“Dengan Payment ID kita langsung tahu lokasi tinggal dan keuangannya seperti apa. Sehingga ketahuan neraca rumah tangga gimana, kemampuan masyarakat, dan yang benar-benar hidup di bawah garis kemiskinan itu berapa banyak,” jelas Dudi.
Agar akurasi data terjaga, BI bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil untuk memastikan validitas NIK. Sistem ini bahkan bisa mendeteksi status kematian seseorang sebelum menerbitkan Payment ID baru.
Meski memiliki kemampuan besar dalam pemantauan keuangan, Dudi memastikan bahwa aspek kerahasiaan data pribadi tetap menjadi prioritas utama. Setiap akses terhadap informasi transaksi hanya akan dilakukan jika pemilik data memberikan izin eksplisit.
“Begitu bank ingin mengakses data saya, saya akan menerima notifikasi di ponsel. Kalau saya setuju, baru bisa dibuka,” tegasnya.
Dalam pengajuan kredit, Payment ID memungkinkan bank untuk langsung memverifikasi kondisi keuangan calon debitur. Semua data keuangan termasuk e-wallet seperti GoPay, OVO, dan ShopeePay akan terintegrasi karena berbasis NIK.
BI juga meminta seluruh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) memperkuat keamanan siber dan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia untuk mendukung sistem ini.
“Sehingga kami (BI) akan melindungi semua pemilik dari Payment ID dan demikian juga menghindari penyalahgunaan dari pihak-pihak yang tidak kami inginkan,” tandas Dudi. (*)