PORTALBALIKPAPAN.COM – Saat ini pendidikan anak berkebutuhan khusus tengah menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur, dan pihak DPRD Kaltim.
Sebagai salah satu generasi penerus bangsa yang memiliki kondisi spesial itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Puji Setyowati menganalisa banyaknya tantangan pelaksanaan pendidikan berkebutuhan khusus.
Salah satu tantangan yang masih sulit dihadapi, menurutnya, soal rasio kebutuhan jumlah tenaga pendidik dan jumlah anak berkebutuhan khusus yang belum berimbang.
Kondisi memperihatinkan ini dinilai akan sangat menghambat kegiatan belajar mengajar yang seimbang di wilayah tertentu di Kaltim.
“Sehingga akan didapati beberapa sekolah berkebutuhan khusus harus membagi jadwal guru. Sebab saat ini rasio jumlah guru yang tersedia dengan jumlah anak berkebutuhan khusus belum sebanding,” tuturnya saat dikonfirmasi melalui selulernya, hari ini.
Wanita yang karin disapa Puji ini menjelaskan, anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian khusus, terutama pada bulan pertama mereka dititipkan di sekolah.
Ia menilai setiap anak berkebutuhan khusus butuh perhatian dan stimulus yang sesuai karakter dan keistimewaannya.
Namun, akibat rasio perbandingan bagi satu guru untuk tiga hingga lima siswa, dirasa masih terlalu rendah dan memberatkan para guru dalam memenuhi kebutuhan mengajar harian.
Untuk mengatasi masalah ini, Puji Setyowati dan Komisi IV DPRD Kaltim masih terus mencari pelbagai solusi. Salah satunya mengangkat guru-guru sekolah luar biasa (SLB), yang saat ini belum memiliki penempatan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dengan cara ini, analisa Puji, jumlah guru SLB yang tersedia akan bertambah. Sehingga dapat ditempatkan berdasarkan kebutuhan sekolah yang memerlukan penambahan tenaga pengajar.
Selain itu, kerja sama dengan perguruan tinggi negeri dalam mendirikan jurusan khusus untuk guru-guru SLB juga dinilai sebagai salah satu solusi.
Meskipun pendidikan tersebut sudah tersedia di pulau Jawa, namun upaya untuk membawanya ke Kaltim akan memerlukan waktu dan biaya yang besar.
Karena itu, kerja sama dengan perguruan tinggi yang ada di Benua Etam ini dianggap sebagai alternatif yang layak.
“Semoga dengan upaya yang lebih besar, mereka dapat meraih pendidikan yang setara dengan anak-anak lainnya,” harapnya. (Adv/ Lrs)