PORTALBALIKPAPAN.COM – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu, menyuarakan ketidakpuasan masyarakat terhadap perusahaan PT Budi Duta Agromakmur yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Menurut Demmu, masyarakat setempat menduga PT Budi Duta tidak menjalankan pengelolaan lahan dengan baik dan telah merugikan mereka.
Ia menyatakan masyarakat menuntut pencabutan HGU yang mencakup sekitar 280 hektare lahan.
“Lahan tersebut saat ini dianggap sebagai lahan terlantar, dan pemerintah harus mempertimbangkan untuk mengeluarkan izin. Tujuannya agar lahan itu dapat dikelola masyarakat,” tuturnya di Gedung E DPRD Kaltim, Rabu (25/10/2023).
DPRD Kaltim berencana mengundang manajemen PT Budi Duta untuk memberikan penjelasan terkait perlakuan mereka terhadap masyarakat yang tinggal di wilayah Loa Kulu, Loa Janan, dan Tenggarong.
Salah satu isu yang harus diklarifikasi soal apakah perusahaan itu telah melakukan Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama dengan masyarakat dan apakah mereka menggunakan lahan tersebut untuk aktivitas tambang, yang diduga melanggar izin HGU yang mereka miliki.
“Sebab ,asyarakat merasa tidak dihargai oleh PT Budi Duta, karena menurut mereka perusahaan tersebut bukanlah yang menguasai HGU, melainkan sebaliknya,” tegasnya.
Ia melanjutkan, masyarakat setempat telah tinggal di wilayah tersebut sejak turun-temurun, jauh sebelum izin HGU diberikan pada tahun 1981. Masyarakat juga belum pernah menerima ganti rugi dari perusahaan tersebut.
Demmu berencana melakukan kunjungan lapangan pada 27 Oktober 2023 untuk memeriksa langsung kondisi lahan dan masyarakat di sana.
Ia menegaskan bahwa sertifikat lahan bukanlah hal yang harus menjadi hambatan bagi masyarakat. Jika mereka tidak memiliki sertifikat, pemerintah harus membantu mereka mendapatkannya secara gratis, mengingat hak turun-temurun atas tanah tersebut.
Demmu juga menyambut baik kebijakan Kementerian ATR/BPN yang menggratiskan perubahan status tanah dari HGU menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) di Kalimantan Timur.
“Sayangnya, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap terhambat karena tumpang tindih antara izin HGU dengan sertifikat masyarakat yang sudah ada,” sesalnya.
Ia menganggap hal tersbeut dinilai tidak adil bagi masyarakat setempat. (Adv/yst)