PORTALBALIKPAPAN.COM – Gelombang kekhawatiran atas rencana pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) di Kalimantan Timur terus bermunculan ke permukaan.
Kebijakan itu dinilai berpotensi melemahkan kemampuan fiskal daerah dan mengancam keberlanjutan pelayanan publik, yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Bagi daerah penghasil sumber daya alam seperti Kaltim, DBH bukan sekadar angka dalam tabel anggaran. Tetapi hak konstitusional yang menentukan sejauh mana pemerintah daerah mampu menjaga kesejahteraan masyarakat.
“Saya mendukung penuh sikap tegas Pemprov Kaltim dalam menolak rencana pemotongan DBH oleh pemerintah pusat, karena Kaltim memiliki hak jelas atas porsi DBH sesuai amanat regulasi,” tegas Anggota Komisi III DPRD Kaltim Sugiyono, siang tadi.
Selama ini Kaltim memilih bersikap tenang dan konstruktif dalam menyampaikan keberatan, namun sikap itu dinilai tidak boleh dimaknai sebagai kelemahan.
Terutama saat kebijakan pusat mulai menyentuh kepentingan masyarakat secara langsung.
“Jika kebijakan pemotongan DBH tetap dilanjutkan dampaknya akan signifikan terhadap kemampuan fiskal daerah dan berpotensi melemahkan pelayanan publik,” ujar Sugiyono.
Ia menilai upaya diplomasi dan mekanisme konstitusional harus menjadi jalur utama, namun catatan pentingnya yakni pemerintah pusat juga wajib menunjukkan itikad baik dengan merespon secara proporsional keberatan yang disampaikan daerah.
Aspirasi masyarakat menurutnya tidak boleh dipinggirkan jika jalur formal tidak menghasilkan solusi yang adil sehingga ruang bagi suara publik harus dibuka selama tetap berada dalam koridor hukum.
“Jika warga Kaltim mempertimbangkan aksi turun ke jalan suara tersebut tidak boleh diabaikan selama dalam koridor konstitusional,” tandas Sugiyono.
Politisi PDI-Perjuangan itu menegaskan bahwa perjuangan mempertahankan DBH bukan soal kepentingan politik.
Melainkan menyangkut kelangsungan fiskal daerah yang menentukan apakah program pendidikan kesehatan infrastruktur dan perlindungan sosial dapat terus berjalan untuk rakyat Kaltim.
Hal sama diutarakan Sekretaris Komisi III DPRD Kaltim Abdurrahman KA. Ia menyebut tekanan fiskal yang menghimpit Kalimantan Timur pada tahun anggaran 2026 dinilai bukan sekadar persoalan angka.
Melainkan pertaruhan terhadap kemampuan daerah menjaga kebutuhan dasar warganya di tengah ancaman ketimpangan pembangunan.
Menurutnya kondisi ini menuntut arah kebijakan yang lebih tegas. Terutama karena banyak persoalan mendasar masyarakat belum terselesaikan dan justru memerlukan penguatan lintas sektor.
Ia menegaskan di balik tabel anggaran ada realitas yang tidak boleh diabaikan.
“Yakni kesenjangan layanan publik masih besar,” tegasnya. Terutama bagi warga di daerah penyangga dan kawasan yang jauh dari pusat pertumbuhan ekonomi.
Apalagi, saat ini masih ada pekerjaan rumah penurunan stunting yang masih besar dan membutuhkan biaya besar.
Stunting menurutnya bukan sekadar isu kesehatan, tetapi cermin dari lemahnya koordinasi pembangunan dasar, mulai dari sanitasi air bersih hingga ketahanan pangan keluarga, yang harus menjadi prioritas dalam komposisi belanja 2026.
Abdurrahman juga mengingatkan infrastruktur pemerataan tidak boleh menjadi korban pemotongan anggaran karena akses jalan, jembatan.
Termasuk layanan pendidikan, dan fasilitas kesehatan merupakan penyangga utama peningkatan daya beli masyarakat. (ADV/ Lrs)














