PORTALBALIKPAPAN.COM – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Sigit Wibowo, menyoroti kekurangan jumlah sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Balikpapan yang semakin padat penduduknya.
Ia menilai meskipun Balikpapan telah memiliki sejumlah sekolah, jumlah SMA dan SMK di kota tersebut masih tergolong sedikit dibandingkan dengan kebutuhan yang terus meningkat.
“Di Balikpapan, saat ini hanya ada sembilan SMA dan enam SMK. Kami terus mendorong agar ada penambahan fasilitas pendidikan, terutama SMK. Baru-baru ini, kami berhasil menambah satu SMK lagi, yaitu SMK 7, yang saat ini sedang kami upayakan agar pembangunan dan fasilitasnya bisa lebih ditingkatkan,” kata Sigit.
Sigit juga menambahkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, pemerintah daerah perlu bekerja keras dalam menyediakan fasilitas yang memadai. Ia menjelaskan bahwa dalam dua tahun terakhir, pengambilan dua kelas di SMK 7 sudah dilakukan untuk memperluas ruang kelas dan menampung lebih banyak siswa.
“Kondisi di Balikpapan memang padat, dan kami melihat banyak anak-anak yang masih membutuhkan akses ke pendidikan menengah atas. Itu sebabnya kami terus berusaha agar pembangunan sekolah dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” lanjut Sigit.
Ke depan, Sigit berharap jumlah sekolah di Balikpapan, khususnya SMA dan SMK, dapat meningkat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang terus berkembang. “Kami akan terus berjuang agar anggaran pendidikan terus ditingkatkan dan pembangunan sekolah semakin cepat dilakukan. Pendidikan yang baik adalah kunci untuk mempersiapkan generasi masa depan yang lebih baik,” tutup Sigit.
Sebelumnya Sigit Wibowo juga mengutarakan pandangannya mengenai sistem zonasi dalam penerimaan siswa di Balikpapan.
Menurut Sigit, penerimaan siswa pada awalnya dilakukan melalui seleksi bebas tanpa zonasi, di mana siswa dengan nilai tertinggi bisa memilih sekolah favorit, seperti SMA 1 atau SMA 5.
“Dulu, penerimaan siswa dilakukan lewat tes, yang artinya seleksi bebas. Mereka yang pintar bisa memilih sekolah mana saja, dari SMA 1 hingga SMA 5. Nilai Ujian Nasional atau NEM digunakan untuk mengurutkan siswa yang berhasil. Jadi, jika nasibnya bagus dan bisa mengisi soal dengan benar, mereka bisa masuk sekolah favorit,” jelas Sigit.
Sistem ini, meskipun memberi kebebasan, ternyata menimbulkan kesenjangan antara sekolah-sekolah unggulan dan sekolah-sekolah di daerah pinggiran yang dianggap kurang diminati. (ADV/ Hpn)