PORTALBALIKPAPAN.COM – Angka kasus HIV di Kalimantan Timur masih menjadi perhatian serius DPRD. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, menyebut jumlah kasus baru yang terdeteksi setiap tahun mencapai sekitar 1.000-an orang.
Namun, angka tersebut diyakini belum mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.
Menurut Andi Satya, HIV kerap diibaratkan sebagai fenomena gunung es. “Yang terlihat itu hanya di permukaan, sementara kasus yang tidak terdeteksi jumlahnya bisa jauh lebih besar,” ujarnya, Rabu.
Karena itu, ia menilai diperlukan langkah kebijakan yang lebih kuat untuk menekan laju penularan sekaligus memperkuat perlindungan bagi masyarakat.
Sebagai respons atas kondisi tersebut, DPRD Kaltim melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) mengusulkan pembentukan Perda tentang HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS).
Regulasi ini diharapkan menjadi payung hukum dalam upaya pencegahan, penanganan, serta penghapusan stigma terhadap penderita.
“Perda ini penting agar penanganan HIV tidak hanya bersifat medis, tetapi juga menjamin hak pasien mendapat pelayanan yang setara,” kata Andi Satya.
Ia juga menyoroti tingginya risiko penularan HIV pada ibu hamil. Transmisi dari ibu ke bayi masih menjadi ancaman serius, baik saat kehamilan maupun persalinan.
“Yang paling kita jaga adalah keselamatan ibu, bayi yang dikandung, serta tenaga kesehatan yang menangani,” jelasnya.
Andi Satya menegaskan bahwa hingga kini HIV belum memiliki vaksin, sehingga kepatuhan minum ARV menjadi kunci pengendalian virus.
“Selama terapi dijalankan dengan baik, virus bisa ditekan dan kualitas hidup pasien tetap terjaga,” ujarnya.
Andi Satya mengingtakan dengan pola penularan yang masih aktif dan kesadaran masyarakat yang belum merata, jumlah penderita HIV di Kaltim diperkirakan jauh lebih tinggi dibandingkan laporan resmi.
Ia menambahkan, kemungkinan kasus sebenarnya melebihi 1.000 orang per tahun.
Karena itu ia menilai pembentukan Perda terkait penanggulangan HIV/AIDS dan IMS diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk memperkuat upaya pencegahan, deteksi dini, pengobatan, serta perlindungan bagi penderita.
Hingga kini, penanganan penyakit HIV?AIDS fokus pada pemberian obat antiretroviral (ARV) secara rutin, yang berfungsi menekan jumlah virus dalam tubuh agar tidak berkembang menjadi AIDS.
“Kalau penderita HIV rutin mengonsumsi ARV, virus dapat dikendalikan sehingga tidak masuk ke fase AIDS,” sebutnya.
Sebelumnya, pada awal Desember, Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim mencatat penemuan kasus positif HIV sepanjang tahun 2025, sebanyak 1.018 kasus yang tersebar di berbagai daerah di provinsi itu.
“Di tahun 2025, kita menemukan 1.018 kasus. Mudah-mudahan ini bukan kasus baru, tetapi kasus lama yang baru ditemukan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, Jaya Mualimin, Sabtu (6/12/2025).
Jaya saat kegiatan Peringatan Hari AIDS Internasional di Kantor Gubernur Kaltim menjelaskan tingginya angka temuan ini hasil dari upaya skrining kesehatan yang semakin gencar dilakukan pemerintah terhadap masyarakat.
Pihaknya membedakan definisi kasus baru yang tertular pada tahun berjalan dengan kasus lama yang baru terdeteksi setelah pasien melakukan pemeriksaan medis.
Kontribusi angka kasus tertinggi di provinsi ini masih didominasi oleh tiga wilayah padat penduduk, yaitu Kota Samarinda, Kota Balikpapan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Pemerintah kini menerapkan kebijakan pemeriksaan yang lebih proaktif dengan menyasar berbagai kelompok masyarakat mulai dari ibu hamil hingga pasangan calon pengantin.
“Langkah jemput bola melalui skrining masif ini bertujuan agar pengidap positif dapat segera diketahui statusnya untuk langsung mendapatkan intervensi pengobatan,” kata Jaya.
Seluruh pasien yang masuk dalam data temuan tahun ini dipastikan telah mendapatkan penanganan medis penuh di fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan HIV. (ADV/ Hpn)


















